SEJARAH KONFLIK ANTARA PALESTINA & ISRAEL DI JALUR GAZA

Peristiwa yang terjadi di Jalur Gaza, Palestina, merupakan sebuah fenomena yang harus kita pahami latar belakangnya. Setiap individu atau kelompok yang ingin membahas masalah ini, seyogyanya melihat dari berbagai sudut pandang. Ironisnya, sebagian orang hanya mengetahui sebatas kalimat “Palestina sedang perang dengan Israel di Jalur Gaza, hingga menewaskan lebih dari 1300 warga sipil Gaza serta menjadi korban atas insiden ini”. 

Semua berawal ketika Yahudi, di bawah Theodore Herzl tahun 1896 M telah merampung-kan sebuah doktrin baru Zionisme sebagai langkah gerakan politik untuk mendirikan Negara Yahudi/Israel. Mereka memiliki ide untuk menunggangi negara besar dalam merealisir rencana mereka. Zionis memutuskan akan mendirikan Negara Israel di Palestina dalam kongres Zionis dinia pertama di Basle Swiss. Mereka mendapat dukungan penuh dari Inggris, karena sesuai dengan politik imperialisme Inggris. Berawal dari pemikiran tersebut, para zioni membuat strategi bersama sekutunya untuk menaklukan negara Palestina. 


Perseteruan baru dimulai 

Tanah Palestina di jajah oleh Inggris hingga tahun 1948, ketika mandat dari PBB telah habis. Kemudian, para pemuka Yahudi memploklamirkan kemerdekaan negara Israel, sambil melakukan agresi bersenjata terhadap rakyat Palestina. Agresi bersenjata ini menimbulkan peperangan dengan negara-negara Arab tetangganya yang merasa tertindas. Sebelum pelaksanaan pembagian wilayah, Israel berhasil merebut daerah Arab-Palestina yang telah ditetapkan PBB. Sedangkan tepi barat (wilayah Yordania) Jalur Gaza (wilayah Mesir) masih berada di tangan Arab. 

Pada saat terjadinya Krisis Suez tahun 1956, walaupun Mesir kalah, namun mereka menang dalam hal politik. Tekanan diplomatik dari Amerika Serikat dan Uni Soviet memaksa Israel (dengan bantuan Inggris dan Perancis) untuk mundur dari Semenanjung Sinai. Peristiwa ini membuktikan bahwa Zionis merupakan ujung tombak imperialis Barat di Timur Tengah. 


Setelah perang tahun 1956, Mesir setuju atas keberadaan pasukan perdamaian PBB di Sinai, UNEF, untuk memastikan kawasan tersebut bebas tentara dan juga menghalangi gerilyawan yang akan menyebrang ke Israel, sehingga perdamaian antara Mesir dan Israel terwujud untuk sesaat.


Namun, perang tahun 1956 menyebabkan kembalinya keseimbangan yang tidak pasti, karena tidak ada penyelesaian atau resolusi tetap mengenai masalah-masalah di wilayah itu. Dan pada masa itu, tidak ada negara-negara Arab yang mengakui kedaulatan Israel. Perang besar-besaran terjadi tahun 1967 antara Arab-Israel.


Perang Arab-Israel 1967 juga dikenali sebagai Perang Enam Hari, merupakan peperangan antara Israel menghadapi gabungan tiga negara Arab, yaitu Mesir, Yordania, dan Suriah, dan ketiganya juga mendapatkan bantuan aktif dari Irak, Kuwait, Arab Saudi, Sudan dan Aljazair. Perang tersebut berlangsung selama 132 jam 30 menit (kurang dari enam hari), hanya di front Suriah saja perang berlangsung enam hari penuh. Perang ini disebabkan oleh ketidakpuasan orang Arab atas kekalahannya dalam Perang Arab-Israel tahun 1948 dan 1956.



Konflik Palestina-Israel merupakan konflik keberlanjutan dari konflik Arab-Israel tahun 1967. Tentunya, masih dengan alasan yang sama Israel dan sekutunya menyerang Palestina, atau malah sebaliknya, Hamas mengatas namakan Palestina menyerang Israel. 
Alasan wilayah, merupakan inti permasalahan hingga berujung pada peperangan. Sebuah Negara tidak akan diakui keberadaannya bila tidak memiliki wilayah, itulah yang diperjuangkan Israel. Dan dengan alas an wilayah, Palestina tidak ingin kehilangan wilayah yang sudah bertahun-tahun mereka pertahankan.
14 Desember : Pemimpin Hamas Khaled Meshaal mengatakan kelompoknya tidak akan memperbarui gencatan senjata enam bulan dengan Israel.
18 Desember : Hamas mengumumkan berakhirnya gencatan senjata, ditandai dengan meningkatnya pertempuran lintas batas.
24 Desember : Para pejuang Palestina di Gaza menembakkan roket ke Israel.
27 Desember : Israel melancarkan serangan udara ke Gaza untuk menjawab serangan roket dan mortir Hamas, menewaskan setidaknya 229 warga Palestina.
28 Desember : Serangan udara Israel mengenai Universitas Islam dan membidik terowongan penyelundupan Jalur Gaza yang menghubungkan Gaza ke dunia luar.
29 Desember : Israel membom Kementerian Dalam Negeri Palestina yang dikuasai Hamas dan mengumumkan wilayah-wilayah seputar Jalur Gaza sebagai zona militer tertutup.
Saat yang sama para pejuang Palestina menembakkan roket-roketnya makin dalam ke wilayah utara Israel.
31 Desember : Dewan Keamanan PBB menggelar sidang darurat dimana usul gencatan senjata Arab diabaikan tanpa pemungutan suara.
1 Januari : Israel membunuh Nizar Rayyan, pemimpin garis keras Hamas, lewat serangan udara ke sebuah rumah di Jalur Gaza.
2 Januari : Para pejabat Palestina mengatakan Mesir mulai mengadakan pembicaraan-pembicaraan lebih luas dengan Hamas untuk menghentikan pertumpahan darah.
3 Januari : Israel melancarkan ofensif darat ke Jalur Gaza dengan mengirim tank-tank dan infantri untuk berperang dengan Hamas.
4 Januari : Israel memotong Jalur Gaza dari sepanjang pagar pembatas sampai Laut Tengah. Tentara dan artileri berat Israel mengepung Kota Gaza.
Israel menolak kemungkinan gencatan senjata dalam fase ofensif ini.
5 Januari : Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, dalam rangka misi damai, dan Presiden AS George W. Bush, mengimbau gencatan senjata.
6 Januari : Israel menembak sebuah sekolah PBB dengan menewaskan 42 warga Palestina di kamp pengungsian Jabalya dimana warga sipil Palestina berlindung, tentara Israel berkilah tembakannya sebagai balasan atas tembakan mortir dari sekolah itu yang diarahkan ke mereka.
Mesir, didukung Prancis dan negara-negara kuat Eropa lainnya, mengajukan gencatan senjata darurat dan pembicaraan dengan mengakomodasi tuntutan-tuntutan Israel.
Sekitar 30 rudal menghantam Israel.
7 Januari : Kekerasan berhenti setelah gencatan senjata tiga jam di Gaza.
Israel menyatakan mereka melihat positif pembicaraan Kairo mengenai rencana gencatan senjata menyeluruh yang diajukan Presiden Mesir Hosni Mubarak dan Presiden Sarkozy.
Duapuluh warga Palestina terbunuh. Sedikitnya 15 roket Hamas menghantam wilayah selatan Israel namun tidak memakan korban.
Israel melanjutkan pemboman ke wilayah sepanjang perbatasan selatan Gaza dengan Mesir di mana terowongan-terowongan telah digunakan untuk menyelundupkan barang dan senjata ke Gaza.
8 Januari : Roket-roket ditembakkan dari Lebanon menghantan selatan Israel dan melukai dua orang. Sepuluh roket ditembakkan dari Gaza menghantam selatan Israel tapi tidak menimbulkan korban.
Jumlah warga Palestina tewas bertambah menjadi 666, demikian para pejabat kesehatan. PBB mengatakan kebanyakan korban adalah warga sipil. Perseteruan terus berlanjut.
14 Januari : 3 roket Lebanon ditembakkan ke arah Israel Kota Kiryat Shamona. Hizbullah Lebanon mengaku tidak ikut campur dalam pengiriman roket tersebut.
18 Januari : Israel menyetujui genjatan senjata, karena menghormati pelantikan Presiden Amerika ke-44.
21 Januari : Israel selesai menarik pasukan tentaranya dari Jalur Gaza. Dan sebaliknya, Hamas dan warga sipil merayakan kemenangan. 
Serangan ini merupakan perang yang menguras banyak tenaga, waktu, dan juga materi yang cukup besar. Kerugian material senilai Rp 5.235 triliun bagi 1.4 juta penduduk Gaza merupakan angka yang cukup fantastis. Nominal tersebut baru kerugian dari kehancuran infrastruktur akibat serangan terus menerus oleh Israel. 
Konflik ini tidak hanya dapat dikatakan perang perebutan wilayah. Kenyataan yang semu bisa terlihat dari sisi politik dengan berbagai kepentingan dari semua pihak. Banyak persepsi yang berbeda dari setiap sudut pandang yang berbeda pula. Pada akhirnya, peristiwa ini merupakan pembahasan seluruh Negara untuk penyelesaian yang lebih baik. Karena, bukan 2 negara saja yang ikut berperang, banyak Negara yang mengklaim sekutu yang ikut andil dengan kepentingan yang mungkin berbeda.
damai atau berperang.
"Kalau berperang pasti tidak mudah, lebih baik berdamai
saja," kata Wakil Presiden RI periode 2004-2009 itu di
Padang, Rabu. Hal itu dikatakannya terkait dengan adanya agresi milter
yang dilakukan pasukan Zionis Israel ke Jalur Gaza, Palestina, yang menewaskan ratusan korban sipil termasuk anak-anak. Menurut Kalla, sikap pemerintah Indonesia sendiri sejak dahulu sudah mendukung Palestina dan bukan hanya membantu dalam hal persoalan diplomasi, namun Indonesia juga tidak bisa berbuat banyak karena itu kekuasaan negara-negara besar.
40 tarakhir hasilnya tidak banyak.
"Seraya kita berdoa, kemungkinan ada bantuan dari Palang Merah Internasional dengan dukungan palang merah di sekitar situ (Gaza)," ujar Kalla yang juga
menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) itu.




Apakah ada solusinya ?
"Kalau berperang pasti tidak mudah, lebih baik berdamai
saja," kata Wakil Presiden RI periode 2004-2009 itu di
Padang, Rabu. Hal itu dikatakannya terkait dengan adanya agresi milter
yang dilakukan pasukan Zionis Israel ke Jalur Gaza, Palestina, yang menewaskan ratusan korban sipil termasuk anak-anak. Menurut Kalla, sikap pemerintah Indonesia sendiri sejak dahulu sudah mendukung Palestina dan bukan hanya membantu dalam hal persoalan diplomasi, namun Indonesia juga tidak bisa berbuat banyak karena itu kekuasaan negara-negara besar.
"Indonesia merupakan negara besar, namun tidak mudah," ujarnya. Meski di Indonesia aksi solidaritas "Save Palestina" terus mengalir di sejumlah daerah yang digalang oleh sejumlah organisasi Islam dan organisasi mahasiswa, namun sejak
40 tarakhir hasilnya tidak banyak.
"Palestina sendiri kesulitan untuk mengatasinya, karena adanya konflik antara kelompok Hamas dan Fatah. Jadi, (mereka) harus bersatu dulu, baru bisa diselesaikan," katanya.
Kalla menambahkan, PMI sendiri tidak mengirim bantuan atau relawan untuk misi kemanusiaan ke Jalur Gaza, karena bukan merupakan hal yang mudah.
"Seraya kita berdoa, kemungkinan ada bantuan dari Palang Merah Internasional dengan dukungan palang merah di sekitar situ (Gaza)," ujar Kalla yang juga
menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) itu.

Ia juga meminta seluruh pengurus DMI di seluruh wilayah Indonesia untuk menggelar shalat ghaib usai melaksankan Shalat Jumat pada pekan ini untuk mendoakan para korban serangan di Gaza.

SUMBER :
1.    Republika.co.id
2.    Antaranews.com/kronologis-perang-gaza-sampai-dengan-kamis-WIB

Komentar

Postingan Populer